Pajak merupakan sumber utama pendapatan negara yang berfungsi sebagai pilar pembangunan nasional. Dalam konteks Indonesia, kontribusi pajak sangat signifikan dalam mendanai infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan berbagai sektor strategis lainnya.
Namun, di era digital yang terus berkembang, tantangan dalam pengelolaan pajak semakin kompleks, mulai dari basis wajib pajak yang kurang optimal hingga potensi kehilangan pendapatan dari transaksi ekonomi digital.
Menurut data Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan pajak pada tahun 2023 mencapai Rp1.900 triliun, atau sekitar 103% dari target APBN. Meski capaian ini melampaui target, tingkat rasio pajak (tax ratio) Indonesia pada tahun tersebut hanya sebesar 10,3%, masih jauh di bawah rata-rata negara berkembang yang mencapai 15%-20%.
Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak ruang untuk meningkatkan penerimaan pajak, khususnya dari sektor informal dan ekonomi digital.
Tantangan di Era Digital
Pertumbuhan ekonomi digital menjadi tantangan baru bagi otoritas pajak di Indonesia. Dengan semakin populernya e-commerce, fintech, dan platform digital lainnya, banyak transaksi yang sulit dilacak sehingga rawan terjadi penghindaran pajak.
Studi dari International Monetary Fund (IMF) mengungkapkan bahwa potensi kehilangan pajak dari ekonomi digital di negara berkembang bisa mencapai 5% dari PDB.
Di Indonesia, implementasi pajak untuk platform digital seperti pajak pertambahan nilai (PPN) digital telah menunjukkan hasil positif. Hingga September 2023, Ditjen Pajak berhasil mengumpulkan Rp11,55 triliun dari PPN digital. Namun, upaya ini belum cukup untuk menjangkau seluruh transaksi digital yang terus berkembang pesat.
Peran Jasa Konsultan Pajak
Dalam menghadapi tantangan ini, peran jasa konsultan pajak semakin penting. Konsultan pajak dapat membantu individu dan perusahaan dalam memenuhi kewajiban pajak secara tepat dan efisien. Selain itu, mereka juga berperan dalam memberikan edukasi terkait kebijakan pajak terbaru, seperti penerapan tarif baru atau insentif pajak yang diberikan pemerintah.
Tidak hanya untuk perusahaan besar, sektor UMKM juga memerlukan pendampingan dari jasa konsultan pajak. Banyak pelaku UMKM yang belum memahami prosedur perpajakan, seperti pelaporan dan pembayaran pajak secara elektronik melalui aplikasi e-Filing atau e-Billing. Dengan pendampingan yang tepat, kepatuhan pajak UMKM dapat meningkat, sehingga berkontribusi pada penerimaan negara.
Solusi: Digitalisasi dan Edukasi
Untuk meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah perlu mengoptimalkan digitalisasi sistem perpajakan. Langkah ini sudah dimulai dengan penerapan e-Faktur dan sistem Core Tax Administration System (CTAS) yang direncanakan selesai pada 2024. Sistem ini akan mempermudah pelacakan transaksi dan memperluas basis pajak.
Selain itu, edukasi pajak harus diperkuat, terutama bagi generasi muda dan pelaku UMKM. Program inklusi kesadaran pajak di lembaga pendidikan, seperti yang telah diterapkan di beberapa universitas, merupakan langkah yang baik.
Bagi wajib pajak yang merasa kesulitan memahami regulasi, memanfaatkan jasa konsultan pajak menjadi solusi praktis. Dengan dukungan profesional, wajib pajak dapat lebih percaya diri dalam melaksanakan kewajiban pajaknya.
Dengan mengatasi tantangan dan mengoptimalkan solusi yang ada, Indonesia dapat meningkatkan tax ratio secara signifikan. Pada akhirnya, hal ini akan memperkuat fondasi keuangan negara untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Sumber: Kementerian Keuangan, IMF, Ditjen Pajak Indonesia